Sulitnya Menjadi Da'i di Iran.... _✍
Di Iran, ada kantor urusan tabligh, dibawahi kementerian kebudayaan dan bimbingan Islam. Aturannya yang melakukan tabligh adalah para santri hauzah yang telah mengantongi sertifikat atau ijazah yang menunjukkan bahwa mereka punya kelayakan untuk menjadi dai dan melakukan kerja-kerja tabligh di tengah2 masyarakat… [ingat, hanya santri hauzah, meskipun pandai/ceras tapi jika belajar Islamnya sekedar otodidak, tetap tidak diperkenankan mengisi mimbar masjid]
Persyaratan untuk mendapatkan sertifikat itu adalah mengikuti daurah muballigh [untuk mengikuti daurah ini harus dinyatakan telah menyelesaikan beberapa pelajaran tertentu], setelah lulus dari daurah itu pun tetap harus melewati proses screening lagi, yang lebih ketat. Pasca dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar muballigh, kembali harus mengikuti kelas umum tabligh dalam sehari… biasanya yang memberi materi kuliah pada kelas umum ini adalah ulama besar...
Setelah itu, muballigh akan diberi tugas tabligh di daerah2 yang telah ditetapkan, dibekali dana tabligh dan keluarga yang ditinggalkan ditanggung kebutuhannya. Muballigh yang diutus kedaerah2, tidak diperkenankan menerima amplop dari masyarakat, dan masyarakat juga tahu muballigh tidak membutuhkannya karena telah ditanggung pemerintah dan hauzah yang mengutusnya…
Muballigh, selama bertugas tabligh di daerah, akan menjadi imam shalat, khatib, menjawab pertanyaan-pertanyaan keagamaan masyarakat, memimpin doa dan acara-acara keagamaan, menjadi penghulu dan jadi juru damai bagi suami-istri yang bertengkar…
Karena bukan hidup dari sumbangan dana masyarakat, materi-materi dakwah muballigh Iran sama sekali tidak bergantung pada kecenderungan dan kemauan masyarakat setempat, tapi berdasarkan apa yang sedang mereka butuhkan… muballigh tidak harus berusaha meraih simpatik masyarakat dengan hanya menyampaikan hal-hal yang disukai masyarakat, meski hal2 yang disenangi itu tidak jarang justru tidak sejalan dengan syariat…
Pengutusan muballigh2 ini, dilakukan pada bulan Sya’ban, Ramadhan dan Muharram… untuk bulan-bulan selainnya, memang disetiap daerah telah ada tokoh agamanya masing-masing… pengutusan muballigh bertujuan untuk penyegaran dakwah, ajang silaturahmi, memperkenalkan muballigh dengan medan dakwah dan untuk memberikan bimbingan kepada masyarakat secara lebih intens… yang karena para muballigh tersebut keluaran daurah yang sama, menyelesaikan dars2 hauzah yang sama, maka tidak menimbulkan kebingungan ditengah2 masyarakat dengan menyampaikan hal-hal yang kontroversial dan berbeda satu sama lain… perbedaan dan kekhasan masing2 muballigh hanya berbeda dari sisi metode penyampaian materi2 dakwah mereka…
Hal ini bukan hanya berlaku bagi muballigh Syiah, namun juga muballigh Ahlus Sunnah di Iran… pengangkatan para santri hauzah menjadi muballigh, diupacarakan secara resmi dengan simbolitas pemakaian amamah [surban] yang dikenakan langsung oleh ulama besar kepada santri yang dinilai memenuhi syarat untuk menjadi muballigh Islam… [jadi tidak semua santri berhak menyandang gelar muballigh Islam]
Pemerintah hanya mengelola, tidak ada sangkut pautnya dengan materi dakwah yang disampaikan muballigh ditengah2 masyarakat, kinerja mereka diawasi tim yang dibentuk hauzah, dan para muballigh harus melaporkan hasil kerja2 dakwahnya dalam bentuk laporan tertulis, foto dan video sebagai bukti, mereka telah menjalankan amanah... muballigh yang terlibat pada kelakuan2 yang mencemarkan nama baik hauzah/lembaga keislaman yang tidak bisa ditolerir [menipu, berzina, mencuri, dll yang menyalahgunakan posisinya sebagai muballigh], akan dicopot gelar muballighnya, melalui persidangan di mahkamah... tdk jarang, materi dakwahpun berkenaan dengan sikap kritis terhadap kebijakan pemerintah dengan menyerukan agar masyarakat tetap setia pada pemerintahan sistem Islam... yang dicopot gelar muballighnya, akan kembali menjadi masyarakat awam, dan tidak lagi diperkenankan berdiri diatas mimbar... sampai kapanpun...
Coba bandingkan. disebuah negeri anta barantah, Islam justru diperkenalkan oleh orang-orang yang tidak jelas latar belakang pendidikan Islamnya, yang hanya belajar dari internet yang sumbernya tidak jelas pula, pengajian singkat bertajuk "akhi ukhti", kajian Islam dari orang yang tidak ahli dalam Islam, yang membawa Islam pada agama dangkal dan intoleran. Yang membawa Islam pada agama kekerasan, penodaan terhadap kemuliaan manusia, pengkafiran, kehilangan makna spiritual dan membawa Islam menjadi agama kaku, primitif dan terbelakang... karenanya tidak mengherankan, jika di negeri itu, ada artis yang sebelumnya memerankan tokoh Kyai besar malah beralih agama, dengan alasan ia menemukan ajaran cinta kasih pada agama barunya…
Berikut diantara foto-foto santri hauzah Iran, baik Syiah maupun Ahlus Sunnah, yang dinyatakan seraca resmi menyandang gelar muballigh Islam… mereka mengantongi ijazah, yang mengukuhkan mereka berhak memberi penjelasan mengenai Islam...
Foto pertama, prosesi kelulusan santri dan pengangkatan sebagai muballigh dengan pengenaan surban oleh ulama besar...
Foto kedua, tangis haru muballigh Ahlus Sunnah Iran, pasca pengukuhan... bisa dibayangkan betapa berat perjuangan mereka untuk bisa diakui sebagai muballigh Islam...
Foto ketiga, kegembiraan masyarakat ahlus sunnah Iran, jika ada dari kampung mereka yang dikukuhkan sebagai muballigh Islam...
[reshare from : Ismail Amin, sementara menetap di Qom]
==============
Di indonesia modal jenggot. jidad hitam / sorban + terjemah sudah bisa disebut ulama, bisanya hanya menggurui bukan menjadi guru. Sedangkan kyai yang cinta dengan budayanya, hanya karena dia memakai blankon disebut liberal/syiah/dukun.
Ada syiah/liberal/dukun memakai blankon? 😄
Copyright © 2016 FB Wahabi Garis Lurus
Edited 111216 15:35
~Is
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih untuk partisipasi dan kepercayaannya. Sumbang-saran, testimoni serta kontribusi positipnya segera ditampilkan..
Salam 🙏